Beranda | Artikel
Dampak Buruk Fitnah (Bag. 2): Ketika Ilmu dan Ulama Ditinggalkan, Sedangkan Kebodohan Diangkat Menjadi Panutan
21 jam lalu

Di antara dampak dan akibat dari fitnah yang lainnya ialah manusia mulai enggan bermajelis ilmu, enggan belajar bersama para ulama, tidak mau mempelajari hukum-hukum Islam, dan tidak mengenal agama dengan benar. Hati mereka pun mulai sibuk dengan berbagai urusan duniawi, sementara di dalam fitnah itu terdapat api yang membakar dan membuat manusia tergesa-gesa dengan urusannya. Akhirnya, seseorang tidak lagi merasakan ketenangan ketika mencari ilmu, enggan duduk di majelis para ulama, bahkan menjauh dari semuanya.

Yang paling berbahaya dari itu adalah fitnah ini dapat menyebabkan manusia meremehkan para ulama, merendahkan martabat mereka, tidak menghargai kedudukan mereka, dan bahkan berani menjelekkan nama baik mereka, baik itu secara terang-terangan maupun tanpa sepengetahuan mereka.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda dalam sebuah hadis,

لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ

“Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi yang lebih muda, menghormati orang yang lebih tua, dan mengetahui hak-hak ulama kami.” (HR. Ahmad no. 22755; Al-Hakim, 1: 211. Dari hadis ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu. Al-Albani mengatakan hasan dalam Shahih Al-Jami‘ no. 3521)

Pada masa fitnah itu, akan sangat banyak manusia yang terjerumus pada sikap meremehkan para ulama, merendahkan mereka, mencela dan menuduh mereka, merendahkan kedudukan mereka, bahkan menuduh mereka dengan sifat-sifat buruk, serta berani berbicara lancang terhadap kehormatan dan martabat mereka. Semua itu merupakan dampak buruk dari fitnah, dan kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu.

Di antara kisah dari sejarah yang menggambarkan kondisi ini adalah apa yang terjadi pada masa fitnah ‘Abdurrahman bin Al-Asy’ats. Ketika fitnah itu meledak, sejumlah ahli qira’ah Al-Qur’an dan banyak manusia turut terlibat. Pada masa kekacauan itu, tersebarlah kelompok-kelompok yang berusaha menghasut manusia. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah, seorang imam besar dan ulama terhormat, beliau adalah salah satu ulama fikih terkemuka dalam Islam di masa itu.

Mereka berkata kepada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah,

ما تقول في هذا الطَّاغِيَة – أي الحَجّاج – الّذي سفك الدَّم الحرام، وأخذ المال الحرام، وترك الصَّلاة، وفعل وفعل..!؟

“Bagaimana pendapatmu tentang seorang penguasa yang zalim ini, yakni Al-Hajjaj yang telah menumpahkan darah yang diharamkan, mengambil harta yang diharamkan, meninggalkan salat wajib, dan melakukan perbuatan buruk ini dan itu…?”

Kemudian mereka terus-menerus menyebutkan berbagai perbuatan buruk Al-Hajjaj kepada Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah. Lalu beliau rahimahullah mengatakan,

أرى ألّا تُقاتِلوه؛ فإنّها إن تَكُنْ عُقوبةً من الله – أي تَسليط الحَجّاج –، فأنتم بِرَاضِي عُقوبةِ الله بأسيافِكم، وإن يَكُنْ بَلاءً؛ فاصبِروا حتى يَحكُمَ الله، وهو خيرُ الحاكِمين

“Menurutku, janganlah kalian memeranginya. Jika kondisi ini merupakan hukuman dari Allah, yakni Allah menjadikan Al-Hajjaj berkuasa atas kalian, maka kalian mustahil mampu menghilangkan hukuman Allah dengan pedang kalian. Dan jika ini adalah ujian dari Allah, maka bersabarlah di atasnya hingga Allah sendiri yang akan memberikan keputusan terbaik, dan Dialah sebaik-baik pemberi keputusan.”

Maka mereka pun menyempal dari majelis beliau, sembari mengatakan,

نطيعُ هذا العِلْج!؟

“Orang tua ini lemah!” (Ath-Thabaqat Al-Kubra karya Ibnu Sa‘ad, 7: 163–164; Al-Kuna wal-Asma’ karya Ad-Dulaibi, 3: 1035; dan Tarikh Dimasyq, 12: 178)

Fitnah ini menyebabkan manusia mulai berani merendahkan kedudukan para ulama, meremehkan mereka, merendahkan martabat mereka, serta berani membicarakan hal-hal buruk berkaitan para ahli ilmu. Ini termasuk perkara yang sangat berbahaya bagi manusia. Semoga Allah melindungi kita semua dari hal semacam itu.

Kemudian orang-orang yang mendatangi Al-Hasan Al-Bashri itu, mereka enggan menerima nasihat beliau. Maka, keluarlah mereka bersama Ibnu Al-Asy‘ats untuk memerangi Al-Hajjaj. Celakanya, mereka semua terbunuh. Mereka tidak memperoleh kebaikan apa pun dan tidak mendapatkan manfaat sedikit pun. Mengapa? Karena mereka sudah tidak menganggap penting nasihat ulama, ucapan para ulama tidak lagi bernilai dalam pandangan mereka, serta mereka tidak pula perhatian dengannya.

Di antara dampak fitnah berikutnya adalah bermunculannya orang-orang dungu yang ditokohkan dan menjadi rujukan. Mereka yang tidak memiliki ilmu, tidak memahami agama, dan tidak mengerti hukum Allah, justru tampil di kalayak umum. Mereka berbicara hanya bermodalkan keberanian, tanpa ilmu, tanpa pemahaman, tanpa rasa kesabaran, dan tanpa kehati-hatian.

Lalu, mereka tampil sebagai tokoh, mengeluarkan keputusan-keputusan yang serampangan, menetapkan hukum secara gegabah, lalu ikut campur dalam berbagai persoalan yang lainnya. Padahal mereka tidak memiliki ilmu tentangnya, tidak memahami permasalahannya dengan benar, tidak memiliki kesabaran, dan tidak memiliki pemikiran yang matang. Namun, semangat dan keberanian meraka yang terlalu membabi buta justru mendorong mereka semakin terjerumus ke dalam fitnah tersebut.

Karena itu, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah berkata,

الفِتْنَة إذا وَقَعَت عَجَزَ العُقَلاءُ فيها عن دَفْعِ السُفَهَاء

“Ketika fitnah itu muncul, orang-orang berakal akan menjadi lemah untuk mencegah orang-orang dungu.” (Minhaj As-Sunnah, 4: 187)

Inilah hakikat fitnah itu, sebagaimana firman Allah Ta‘ala,

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً

“Dan takutlah kalian terhadap suatu fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zalim di antara kalian saja.” (QS. Al-Anfal: 25)

Apabila fitnah itu telah terjadi, hampir-hampir tidak ada yang selamat darinya kecuali orang-orang yang Allah berikan perlindungan dan penjagaan. Kita memohon kepada Allah Jalla wa ‘Ala agar menyelamatkan kita semuanya dari gejolak fitnah ini.

[Bersambung]

Kembali ke bagian 1

***

Penerjemah: Chrisna Tri Hartadi

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi:

Kitab Atsarul Fitan, karya Syekh ‘Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah, hal. 21–26.


Artikel asli: https://muslim.or.id/110947-dampak-buruk-fitnah-bag-2.html